Kebakaran
Uncategorized

Imbas Kebakaran di Kapuk Muara, Pramono Bikin Pergub soal Wajib APAR Tiap RT

Pada awal Juni 2025, warga Kapuk Muara, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara, dikejutkan oleh kobaran api yang meluluhlantakkan pemukiman padat penduduk. Kebakaran yang terjadi menjelang tengah malam itu melahap sekitar 200 rumah dalam waktu kurang dari dua jam. Asap tebal membumbung tinggi, dan jeritan warga yang panik memenuhi udara malam. Puluhan keluarga kehilangan tempat tinggal dan harta benda, sementara akses pemadam kebakaran terhambat oleh jalan-jalan sempit.

Menurut keterangan dari Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan (Gulkarmat) DKI Jakarta, kebakaran diduga berasal dari korsleting listrik di salah satu rumah semi permanen. Percikan api menyambar material mudah terbakar di sekitarnya dan menyebar dengan cepat, dibantu oleh angin dan konstruksi bangunan yang rapat.

Keterbatasan alat pemadam dan keterlambatan dalam penanganan awal menjadi sorotan utama. Di lapangan, banyak warga berusaha memadamkan api dengan ember, kain basah, hingga menggunakan pasir seadanya. Namun, karena tidak adanya alat pemadam api ringan (APAR) di sekitar lokasi, kobaran api sulit diredam sebelum tim pemadam kebakaran tiba.

Kebakaran

Bab 2: Respon Cepat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta

Melihat skala kerusakan dan dampak sosial yang ditimbulkan, Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, langsung turun tangan. Ia mengunjungi lokasi kebakaran dan berdialog dengan korban, sambil meninjau kondisi bangunan serta fasilitas penanganan kebakaran yang tersedia. Dalam konferensi pers keesokan harinya, Pramono menyatakan bahwa kejadian ini harus menjadi momentum perubahan dalam pengelolaan mitigasi bencana kebakaran, khususnya di kawasan permukiman padat penduduk.

Sebagai bentuk langkah strategis, Pramono menyampaikan bahwa pihaknya sedang menyusun Peraturan Gubernur (Pergub) baru yang mewajibkan setiap Rukun Tetangga (RT) di Jakarta memiliki minimal satu unit Alat Pemadam Api Ringan (APAR). Pergub ini akan memperkuat instrumen hukum dalam membentuk ketahanan lingkungan terhadap kebakaran.

“Tidak cukup hanya dengan edukasi, kita harus hadirkan instrumen nyata di lapangan. APAR di setiap RT adalah langkah awal membangun kesiapsiagaan warga,” ujar Pramono.


Bab 3: Isi Rancangan Pergub Wajib APAR

Draf awal Pergub tersebut mengatur beberapa hal penting, antara lain:

  1. Kewajiban Setiap RT
    Setiap RT di wilayah DKI Jakarta diwajibkan memiliki setidaknya satu unit APAR berstandar nasional yang dapat digunakan warga dalam situasi darurat.
  2. Sumber Pembiayaan
    Pengadaan APAR dapat menggunakan dana swadaya masyarakat, CSR dari perusahaan sekitar, atau bantuan dari Pemprov DKI melalui kelurahan masing-masing.
  3. Pelatihan dan Sertifikasi Warga
    Pemprov akan bekerja sama dengan Dinas Gulkarmat untuk menyelenggarakan pelatihan bagi perwakilan RT dan RW dalam penggunaan APAR, termasuk teknik pemadaman awal, manajemen evakuasi, dan komunikasi kebencanaan.
  4. Sanksi dan Evaluasi Berkala
    RT yang tidak mematuhi ketentuan ini akan dikenakan sanksi administratif. Setiap enam bulan sekali, Dinas Gulkarmat akan melakukan audit terhadap kelengkapan dan kesiapan APAR di seluruh RT.
  5. Pencantuman APAR dalam Penilaian RT Terbaik
    Dalam upaya membangun motivasi, Pergub ini juga menyisipkan komponen APAR dan mitigasi kebakaran sebagai salah satu indikator dalam lomba RT/RW terbaik tingkat kota dan provinsi.

Bab 4: Tantangan Implementasi di Lapangan

Walau niat baik Pramono ini menuai banyak pujian, sejumlah tantangan menghadang di lapangan. Salah satunya adalah keterbatasan finansial RT yang belum memiliki anggaran rutin untuk pengadaan APAR. Beberapa ketua RT mengeluhkan minimnya bantuan dari kelurahan dan tidak adanya mekanisme subsidi tetap.

Selain itu, faktor pemahaman teknis warga terhadap penggunaan APAR masih minim. Dalam beberapa simulasi, diketahui bahwa hanya 1 dari 10 warga yang memahami cara kerja APAR, bahkan banyak yang tidak mengetahui cara mengaktifkan atau menyemprotkan alat tersebut.

Isu lainnya adalah tempat penyimpanan. Di kawasan padat, ruang terbatas membuat sulit menempatkan APAR di lokasi strategis tanpa mengganggu aktivitas warga.

Namun demikian, Pemprov tetap optimistis bahwa dengan sosialisasi intensif dan dukungan dari berbagai pihak, termasuk swasta dan BUMD, program ini bisa berjalan efektif.


Bab 5: Dukungan dan Kritik dari Masyarakat

Program ini mendapat sambutan positif dari banyak kalangan, termasuk aktivis lingkungan perkotaan, akademisi, dan tokoh masyarakat. Mereka menilai langkah Pramono sebagai bentuk kepemimpinan yang responsif terhadap bencana dan proaktif dalam membangun ketahanan kota.

“Selama ini kebijakan kita sering reaktif, baru bergerak setelah kejadian. Tapi dengan Pergub ini, kita mulai bicara pencegahan dan kesiapsiagaan,” kata Prof. Edi Santosa dari Universitas Indonesia, pakar manajemen bencana.

Di sisi lain, kritik juga bermunculan, terutama dari pihak yang merasa keberatan jika pengadaan APAR dibebankan sepenuhnya ke RT. Ketua RW 05 di Kalideres, misalnya, menyatakan bahwa seharusnya Pemprov lebih banyak turun tangan soal pembiayaan.

“Kalau kita disuruh beli sendiri, pasti sulit. Warga kami banyak yang berpenghasilan pas-pasan. Pemerintah harus hadir lebih konkret,” tegasnya.


Bab 6: Peran Swasta dan Kolaborasi Komunitas

Untuk mengatasi tantangan ini, Pemprov mulai menjajaki kerja sama dengan dunia usaha melalui program CSR (Corporate Social Responsibility). Beberapa perusahaan yang bergerak di bidang properti dan keamanan kebakaran sudah menyatakan kesediaannya untuk menyumbang APAR dan memberikan pelatihan gratis.

Kolaborasi dengan komunitas masyarakat sipil juga digalakkan. Komunitas relawan seperti Jakarta Aman dan Kawal Api Indonesia dilibatkan dalam penyuluhan dan simulasi pemadaman kebakaran di lingkungan RT. Bahkan, gerakan warga berbasis media sosial mulai bermunculan untuk saling membantu pengadaan APAR.

Beberapa RT inovatif sudah bergerak cepat. RT 09 di Tebet, misalnya, melakukan iuran Rp10.000 per rumah dan berhasil membeli dua APAR dalam seminggu. Mereka juga melakukan latihan pemadaman rutin setiap bulan.


Bab 7: Evaluasi dan Replikasi di Kota Lain

Seiring dengan implementasi Pergub ini, Pemprov akan melakukan evaluasi berkala melalui dashboard digital yang terkoneksi dengan Dinas Gulkarmat. Setiap RT wajib melaporkan status APAR-nya melalui aplikasi yang disediakan.

Jika program ini sukses, Kementerian Dalam Negeri bahkan mempertimbangkan untuk menjadikannya model nasional. Beberapa kota besar seperti Surabaya, Medan, dan Makassar telah mengirim tim studi banding untuk melihat langsung pelaksanaan program di DKI Jakarta.

“Kalau Jakarta bisa, kota lain pun bisa. Ini soal political will dan komitmen kebijakan,” ujar Direktur Mitigasi Bencana Kemendagri, Andi Fathurrahman.


Bab 8: Masa Depan Pencegahan Kebakaran di Jakarta

Pergub tentang wajib APAR hanyalah langkah awal. Pemprov berencana melengkapi kebijakan ini dengan regulasi tambahan, seperti:

  • Wajib audit instalasi listrik berkala di permukiman padat.
  • Sistem deteksi dini berbasis Internet of Things (IoT).
  • Penambahan titik hidran lingkungan dan mobil pemadam mini.
  • Pelatihan pemuda RT menjadi relawan kebakaran.
  • Penataan ulang gang sempit agar lebih mudah diakses mobil pemadam.

Kebijakan ini juga akan masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) DKI 2025–2030 agar memiliki kekuatan jangka panjang, tidak hanya kebijakan darurat karena insiden.


Bab 9: Kesaksian dan Harapan Warga

Beberapa warga korban kebakaran di Kapuk Muara mengaku kehilangan segalanya, tapi mereka merasa bersyukur jika insiden ini dapat memantik perubahan kebijakan yang menyelamatkan nyawa di masa depan.

“Saya kehilangan rumah, tapi kalau setelah ini semua RT punya APAR, tidak ada lagi yang harus merasakan penderitaan seperti kami,” ujar Rahmat (45), korban kebakaran.

Anak-anak yang tinggal di lokasi kini ikut dilibatkan dalam pelatihan simulasi darurat. Harapannya, edukasi ini menanamkan kesadaran sejak dini, karena keselamatan adalah tanggung jawab bersama.


Penutup: Dari Abu Bencana Menuju Harapan Baru

Insiden kebakaran di Kapuk Muara adalah tragedi yang menyisakan luka, namun dari kepedihan itu lahir sebuah langkah kebijakan yang strategis. Pj Gubernur Pramono Anung menunjukkan bahwa dari setiap bencana, selalu ada pelajaran yang bisa diambil untuk masa depan yang lebih aman dan tangguh.

Dengan Pergub Wajib APAR, Jakarta bukan hanya merespons, tapi juga bersiap. Warga, pemerintah, swasta, dan komunitas bersatu dalam semangat gotong royong untuk melindungi kehidupan dan ruang tempat tinggal mereka.

Langkah ini bukanlah solusi akhir, tapi awal dari transformasi budaya sadar bencana. Jakarta perlahan tapi pasti bergerak menuju kota yang tidak hanya cerdas, tetapi juga siaga dan tangguh.

Baca Juga : Khatib Wukuf Arafah, Anggota Amirulhaj Sampaikan Pesan Persaudaraan dan Semangat Kebangsaan